Senin, 11 Oktober 2010

Physical evidences Indahnya Selimut Hangat Kain Perca



RITMIS suara dua buah mesin jahit manual terdengar dari ruang tengah sebuah rumah sederhana di Blok E-8 Perumahan Cipageran Asri, Cimahi Utara. Di dalam, suasana lebih ramai lagi. Suara mesin berpadu dengan suara sayatan gunting yang dipakai beberapa wanita memotong lembar kain perca.

BELASAN wanita muda warga sekitar komplek mengolah kain perca tersebut menjadi aneka kriya tekstil. Di antaranya selimut, bed cover, sarung bantal, sarung guling, hiasan dinding, penutup piano, karpet kecil, taplak meja, dan produk lain.

Jelas bukan pekerjaan mudah. Sebab membuat kriya tekstil dari kain perca tidak semudah membuat pakaian biasa. Tidak jarang pembuat kerajinan kain perca harus menjahit kain yang lebarnya tak lebih dari 2 x 2 cm.
Kadang ada bagian tertentu dijahit menggunakan mesin atau jahit tangan. Satu persatu potongan kain perca yang dipotong sesuai motif tertentu dijalin selama berhari-hari. Bahkan untuk membuat selembar bed cover butuh waktu lebih dari sebulan.

"Jadi tidak cukup hanya memiliki keterampilan jahit. Orang yang mengerjakan harus bisa bekerja detail, tekun, dan memiliki kesabaran ekstra. Makanya, sebelum membuat satu model utuh, ibuibu dan remaja putri di sini saya latih dulu selama tiga bulan," ungkap Ny Cordina (42), pemilik Wahana Pemberdayaan Masyarakat Quiltsmania! ketika ditemui Rabu (18/2) siang.

Luar biasanya, kerajinan kain perca buatan para ibu dan remaja putri tadi, sudah menembus pasar Korea, Jepang, Taiwan, Amerika Serikat, Kanada, Australia, serta beberapa negara lain yang mengalami musim dingin.

Untuk penghangat tubuh di musim dingin, beberapa produk kerajinan kain perca seperti bed cover diisi serat dakron. Ada pula pemilik yang mengisi selimut antidingin tersebut dengan bulu angsa.

"Di sana kerjinan kain perca seperti ini dianggap barang eksklusif. Asli handmade, artistik, dan hanya diproduksi dalam jumlah terbatas. Ini yang membuat harga kerajinan kain perca di luar negeri bisa mencapai tiga kali harga jual di Indonesia," ungkap Dina dengan nada serius.

Unit kerajinan kain perca Quiltsmania di Kota Cimahi, baru setahun dirintis pasangan Ny Cordina-Dowal Sihol Simanungkalit. Tapi di Kota Bandung, Garut, Bali, dan Jakarta, usaha kerajinan kain perca sudah dijalani sejak tahun 1992.

Waktu itu Dina yang masih bekerja di sebuah instansi, tergerak menolong seorang pria tunakarya. Meski begitu ia bisa menjahit. Dina ingin memberinya pekerjaan menjahit sebuah model kain perca. Ternyata hasil ujicoba ini bagus dan bisa dikembangkan.

Dina bersama rekan bisnisnya pernah membuka gerai kerajinan kain perca di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, dan Bali. Dua daerah itu terkenal sebagai tempat santai favorit para ekspatriat maupun wisatawan mancanegara.

"Seringkali pesanan konsumen tidak bisa kami penuhi karena beberapa kendala. Sehingga delapan tahun terakhir kami putuskan untuk fokus bekerjasama dengan seorang pengusaha Korea. Alhamdulillah, selama ini usaha kami berjalan lancar tanpa khawatir terimbas krisis ekonomi global," ujar Dina.
Kerajinan kain perca produksi Quiltsmania juga pernah ditampilkan melalui pameran kriya tekstil di Singapura dan beberapa negara lain. Semua barang yang dibawa Dina dari tanah air habis dibeli hanya dalam hitungan jam.

Dari berbagai pengalaman tersebut, Dina melihat potensi pasar mancanegara yang terbuka begitu besar. "Makanya saya bercita-cita mengangkat kerajinan kain perca, menjadi produk unggulan di Indonesia," ungkap wanita berkerudung ini sambil tersenyum. (ricky reynald yulman)

Beda Negara Beda Selera
PADA
awalnya, kerajinan kain perca yang dijalani Dina memang menggunakan kain sisa produksi. Buat memenuhi permintaan pasar mancanegara, ibu empat anak inipun harus menggunakan kain utuh yang dimanfaatkan hingga potongan terkecil.

Ny Cordina mencari aneka motif kain tidak hanya di seputaran Kota Bandung. Tapi juga Jakarta, Jogjakarta, Cirebon, Pekalongan, dan beberapa daerah lain. Sementara referensi model seringkali dikirim rekan bisnis dari luar negeri.

"Permintaan pasar sangat beragam. Orang Amerika dan Australia lebih senang warna kain perca yang cerah dan beragam. Sedangkan orang Jepang masih senang diberi motif batik. Konsumen Korea justru agak susah, karena mereka fanatik memakai katun produksi Korea dan Jepang dengan motif yang cukup detail," ungkap Dina.

Beberapa bed cover kain perca dipesan secara khusus dengan motif tokoh kartun favorit anak-anak. Ada pula pemesan yang ingin agar motif kain perca di bed cover dibuat layaknya cerita bergambar seperti pada buku cerita klasik anak-anak. (ricky reynald yulman)

Kerja Melibatkan Orang Banyak
KERJA
menjalin bahan-bahan tekstil, pada awalnya dikenalkan suku Indian. Mereka menyambung bahan tekstil dari kulit kayu atau kulit binatang untuk dibuat tenda dan pakaian. Termasuk kostum pada upacara adat atau ritual keagamaan.

Kini kerajinan kain perca sudah mendunia dan dikembangkan para hobiis di berbagai negara. Sayangnya di Indonesia yang dikenal sebagai negara pengekspor tekstil, kerajinan kain perca masih kurang populer.
Pemilik Quiltsmania, Ny Cordina, mengungkap bila dikaji lebih jauh, kerajinan kain perca tidak hanya menguntungkan dari sisi bisnis. Tapi juga mampu meningkatkan pendapatan masyarakat, mengurangi jumlah pengangguran.

"Kita bisa kembangkan unit-unit usaha kain perca seperti dilakukan beberapa negara. Ada kelompok masyarakat yang mengembangkan kualitas SDM melalui workshop. Kelompok lain membuat kayu pajangan, membuat bukunya, mengelola kunjungan wisatawan, dan lainnya," terang Dina. (ricky reynald yulman)


http://www.tribunjabar.co.id/read/artikel/5719/indahnya-selimut-hangat-kain-perca

1 komentar: